KEPEMIMPINAN REVOLUSIONER
PENDAHULUAN
Ada
satu cerita militer dari negeri Cina yang sangat popular tentang
seorang jenderal yang memimpin pasukannya memasuki sebuah pulau yang
merupakan daerah musuh dengan misi membunuh semua pasukan musuh. Sayang
sekali jumlah pasukannya terlalu sedikit, hanya satu berbanding empat
dengan jumlah pasukan musuh. Pada waktu sudah mendarat di pantai, ia
memerintahkan pasukannya untuk membakar semua kapal yang digunakan untuk
pergi ke pulau tersebut. Ketika ditanyakan apa alasannya, ia menjawab
“supaya satu-satunya jalan untuk bisa meninggalkan pulau ini adalah
kemenangan.” Dengan menghilangkan semua kemungkinan untuk mundur, ia
menempatkan pasukannya pada situasi di mana mereka harus melakukan
apapun yang bisa mereka lakukan untuk bertempur. Mundur bukanlah
pilihan. Akhirnya pasukannya bertempur habis-habisan karena hidupnya
tergantung pada pertempuran itu dan mereka menang.
Dari
kisah di atas dapat kita petik banyak sekali pelajaran yang tersirat.
Bila kita melihat sosok sang jenderal, dia merupakan sosok pemimpin
revoluioner bagi pasukannya karena dalam situasi yang kritis sangat bisa
menempatkan posisi pasukannya menuju kemenangan.
Sedikit dari banyak cerita di atas akan dikupas tentang kepemimpinan yang revolusioner terutama dalam perspektif kepramukaan.
Jika
kita mencoba mendefinisikan apa itu kepemimpinan, maka tidak akan cukup
waktu karena banyak sekali definisi kepemimpinan yang ada saat ini.
Tapi di sini akan coba dibahas beberapa pergeseran paradigma
kepemimpinan yang ada di dunia ini.
PEMBAHASAN
Pergeseran Paradigma Kepemimpinan
Dalam dua atau tiga dekade terakhir ini, konsep-konsep kepemimpinan mengalami pergeseran – pergeseran mendasar.
sebagai contoh, dulu konsep-konsep
kepemimpinan itu didominasi dan diletakan dalam konteks kekuasaan dan
otoritas yang tidak boleh dibantah, serta suatu struktur hirarkis dalam
organisasi formal. Yang namanya pemimpin itu hampir selalu
dikait-kaitkan dengan orang-orang yang berada di puncak struktur sebuah
organisasi. Orang-orang ini ‘dianggap’ memegang otoritas yang nyaris
mutlak dan karenanya tak boleh diganggu gugat. Dengan demikian
kepemimpinan lebih sering diberi makna yang eksklusif dan formal.
Kepemimpinan menjadi sesuatu yang diperuntukan bagi segelintir orang
saja, yakni para pemegang kekuasaan. Kepemimpinan seperti ini sering
dipahami sebagai posisi, kedudukan, jabatan yang bergengsi.
Belakangan konsep-konsep
kepemimpinan lebih bernuasa kultural, tidak selalu dikaitkan dengan
struktur dan otoritas yang bersifat relatif dan kontraktual, sehingga
bisa diperdebadkan dan digugat.
Kepemimpinan telah menjadi sesuatu yang menjadi urusan semua orang. Kepemimpinan seperti ini lebih dimengerti sebagai pekerjaan (Job), tanggung jawab (responsibility), dan peran (role). yang pada skala tertentu merupakan urusan dan ada dalam diri semua orang.
Dari pergeseran paradigma kepemimpinan tersebut kini konsep kepemimpinan lebih mengarah kepada konsep kepemimpinan transaksional, tranformasional, dan visioner. Hal ini yang pada gilirannya akan menuju pada konsep kepemimpinan revolusioner yang akan dibahas dalam makalah ini.
Definisi Pemimpin
Pemimpin adalah ia (mereka) yang relatif telah menemukan jawaban terhadap tiga pertanyaan eksistensial: “Siapakah aku?”; “Ke manakah aku pergi?” ; dan “Apakah yang harus/dapat aku lakukan (tanggungjawabku) dalam hidup ini?” Ia (mereka) adalah orang-orang yang siap untuk mendemonstrasikan kebenaran sederhanan ini: Satu orang biasa dapat membuat perbedaan besar.
Pemimpin
yang besar adalah manusia biasa yang mempersiapkan diri ketika
peristiwa luar biasa tiba.” kata Jenderal Norman Schwartzkoft.
Merujuk dari Leadership Principle
–nya Ary Ginanjar dalam ESQ, banyak sekali kekeliruan paradigma yang
dianut oleh masyarakat kita. Kepemimpinan diartikan sebagai suatu
posisi, kedudukan atau jabatan. Sebagai akibatnya banyak orang yang
berusaha dengan segala cara untuk mencapai suatu posisi, kedudukan atau
jabatan dengan cara membeli dengan uang. Serta tak segan-segan dalam
usaha mencapainya menindas dan merugikan orang lain. Sebagai akibatnya
banyak sekali melahirkan pemimpin yang tak dicintai, tidak disegani,
tidak ditaati bahkan dibenci.
Gaya
kepemimpinan seperti ini hanyalah menumbuhsuburkan anarkisme dan
keganasan hewaniah. Dan akan berlaku hukum aksi min reaksi (hukum per) semakin besar tekanan yang diberikan maka akan semakin besar pula daya dorong yang dikeluarkan.
Lalu Ary Ginanjar pun memberikan sebuah pengertian bahwa semua orang adalah pemimpin,
dan pemimpin merupakan pengaruh yang ditimbulkan. ketika orang lain
memberikan sebuah nasihat atau sebuah cerita, kita akan mengingatnya,
dan itu adalah sebuah pengaruh.
Proses Kepemimpinan
Untuk
mencapai itu semua ada beberapa tangga yang harus dilewati oleh setiap
pemimpin agar mencapai kepemimpinan yang revolusioner.
Tangga-tangga tersebut adalah Pemimpin yang Dicintai.
Seorang pemimpin harus mampu berhubungan dengan orang lain, dengan cara
mencintai mereka, tidak hanya menunjukan melalui prestasi kerjanya
saja.
Kedua adalah Pemimpin yang Dipercaya
Kerpecayaan muncul karena seseorang yang memiliki integritas.
Integritas adalah sebuah kejujuran, kesesuaian antara kata-kata dan
perbuatan.
Ketiga adalah Pembimbing,
seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi
karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain.
Keempat, Pemimpin yang berkepribadian.
Pemimpin tidak akan berhasil memimpin orang lain apabila dia belum
berhasil memimpin dirinya sendiri. Pemimpin harus sudah pernah
menjelajahi dirinya sendiri dan mengenali secara mendalam siapa dirinya.
Kelima adalah Pemimpin Abadi.
Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya dan juga
pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu
masa saja, apabila terbukti dirasakan tidak sesuai lagi dengan sauara
hati nurani manusia. Ketika suara hati merasakan ada hal-hal yang tidak
beres dan tidak sesuai, maka manusia yang telah dikaruniai hati sebagai
radar oleh Tuhan, akan mampu mendeteksi hal tersebut
Apa yang diungkapkan Ary dalam buku ESQnya merupakan salah satu bagian dari pergeseran paradigma kepemimpinan.
Ciri-ciri Pemimpin
Lalu bagaimana kita bisa melihat ciri-ciri seorang pemimpin dalam lingkungan kita?
Mari
kita cermati dan perhatikan beberapa ciri seorang pemimpin. Seorang
pemimpin dapat dibedakan dengan melihat kebiasaan yang dilakukannya.
Menjadi proaktif merupakan
ciri pertama, dalam menyikapi sesuatu. Apabila terjadi sebuah peristiwa
atau stimulus dari luar lingkungan pemimpin, ada dua sikap yang bisa
kita pilih untuk menyikapinya yaitu reaktif atau proaktif.
Reaktif
merupakan sebuah proses menerima stimulus atau rangsangan dari berbagai
kondisi lingkungan kemudian ditanggapi secara langsung.
Ada tiga teori yang dapat menjelaskan model reaktif ini.
Determinisme
genetik, Tabiat anda merupakan tabiat yang diturunkan dari kakek dan
nenek Anda. Kakaek nenek anda mudah marah dan itu ada pada DNA Anda,
sifat ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.
Determinisme
psikis, Anda merupakan bentukan dari pengasuhan orang tua Anda. Apa
yang Anda lakukan merupakan hasil dari pengalaman masa kecil Anda.
Karakter Anda terbentuk berdasarkan apa yang orang tua Anda lakukan
terhadapap Anda pada masa lalu.
Determinisme
lingkungan, Seseorang atau sesuatu di lingkungan Anda bertanggung jawab
atas situasi Anda. Jadi, situasi dan kondisi Anda merupakan hasil dari
bentukan lingkungan sekitar Anda. “Masa depan Anda ditentukan oleh orang-orang di sekeliling anda dan dengan siapa Anda banyak menghabiskan waktu”.
Sedangkan
Proaktif merupakan hasil dari proses rangsangan yang ditanggapi dengan
menggunakan kehendak bebas untuk memilih dan merespon berdasarkan
kehendak bebas untuk memilih tersebut.
Proaktivitas
berarti kita sebagai manusia bertanggung jawab atas hidup kita sendiri,
perilaku kita merupakan fungsi dari keputusan kita bukan kondisi kita.
Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunya inisiatif
dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi. Ini bisa
kita lihat dari kata responsibility (tanggung jawab) –respon ability-
kemampuan untuk memilih respon Anda.
Jadi
Pemimpin yang proaktif adalah pemimpin yang mampu menanggapi situasi
berdasarkan kesadaran diri, imajinasi, suara hati dan kehendak bebas
dalam memilih respon.
Ciri kedua dari seorang pemimpin yaitu melakukan sesuatu dengan selalu merujuk pada tujuan akhir.
Apa
yang dilakukan oleh seorang pemimpin merupakan hasil dari proses
penciptaan pertama atau mental dan penciptaan kedua atau fisik. Apa yang
dilakukannya merupakan proses menuju tujuan akhir yang diinginkan.
Ketiga adalah dahulukan yang utama. Artinya seorang pemimpin dapat memprioritaskan mana yang penting, lebih penting dan tidak penting.
Jika
berbicara penting dan tidak penting berarti kita berbicara cara kita
menggunakan waktu. Oleh karena itu mari kita kenali, sebagian besar
waktu yang kita gunakan untuk hala-hal yang penting atau tidak penting.
untuk menjawab hal tersebut, kita mengguanakan matrik waktu yaitu :
Kuadran I, Penting dan Genting
Krisis, pikiran kita selalu pada masalah dan dibatasi waktu. Hasilnya adalah stress, keletihan, manajemen krisis.
Kuadran II, Penting dan Tidak Genting
Ini
merupakan inti dari manajemen waktu. Aktivitasnya adalah pengembangan
hubungan, pengenalan peluang baru, perencanaan, rekreasi. Hasilnya
adalah seseorang yang memiliki visi, perspektif, keseimbangan, disiplin,
control.
Kuadran III, Tidak Penting dan Genting
Kegiatan-kegiatan
yang mendesak, contoh menerima telpon, buang air. Hasilnya adalah fokus
jangka pendek, manajemen krisis, menganggap tujuan dan rencana tak
berharga, merasa menjadi korban, hubungan dangkal.
Kuadran IV, Tidak Penting dan Tidak Genting
Tidak
bertanggung jawab dan bergantung pada orang lain. aktivitas yang
dilakukan adalah hal-hal yang sepele, pemborosan waktu dengan ngobrol
yang tidak jelas arah dan tujuannya, aktivitas yang menyenangkan.
Ketiga ciri tersebut apabila di aplikasikan oleh seorang pemimpin maka akan menghasilkan kemenangan pribadi.
Ciri selanjutnya adalah Berpikir Menang/Menang. Ini merupakan prinsip kepemimpin antarpribadi.
Menang/Menang
adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan
bersama dalam semua interaksi manusia. Menang/Menang berarti bahwa
kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbale
balik. menang/Menang melihat kehidupan sebagai arena yang koperatif,
bukan kompetitif. Menang/Menang didasarkan pada paradigma bahwa ada
banyak untuk setiap orang, bahwa keberhasilan satu orang tidak dicapai
dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain.
Menang/Menang adalah kepercayaan akan alternative ketiga, ia adalah
jalan yang lebih baik, jalan yang lebih tinggi , bukannya jalan saya
atau jalan Anda.
Menang/Menang merupakan keseimbangan antara tenggang rasa dan keberanian.
Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti
merupakan ciri berikutnya. Ini adalah prinsip hubungan antarpribadi dan
meruipakan kunci komunikasi antar pribadi yang efektif. Banyak dari
kita yang bisa mendengar tapi jarang sekali mendengarkan. Mendengarkan
merupakan salah satu kunci untuk berkomunikasi efektif. Komunikasi
efektif merupakan proses pemahaman apa yang disampaikan dan apa yang
didengarkan. Banyak orang yang mendengar tapi jarang mau menyimak dan
merenungi apa yang dia dengarkan. Dalam kepemimpinan mendengarkanlah
yang diperlukan karena seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
memahami situasi orang-orang yang dipimpin dan lingkungan. seorang
pemimpin harus mampu mendengarkan –berusaha mengerti terlebih dahulu,
baru dimengerti.
Seorang Pemimpin harus dapat wujudkan Sinergi. Karena hal ini merupakan prinsip kerja sama kreatif.
Wujudkan
sinergi merupakan prinsip kerjasama kreatif. Sinergi adalah inti sari
dari kepemimpinan yang berpusat pada prinsip, intisari dari keorangtuaan
yang berpusat pada prinsip. Sinergi berfungsi sebagai katalisator,
menyatukan, dan melepaskan kekuatan terbesar dalam diri manusia.
Sinergi berarti keseluruhannya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya.
Ketika
anda berkomunikasi secara sinergistik, anda benar-benar membuka
pikiran, hati dan ekspresi anda kepada kemungkinan baru, alternatif
baru, pilihan baru.
Menghargai
perbedaan adalah intisari dari sinergi, dan kunci untuk mengahrgai
perbedaan itu adalah dengan menyadari bahwa semua orang melihat dunia,
tidak sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana mereka.
Sinergi
berarti 1 + 1 sama dengan 8, 16 atau bahkan 1600. Posisi sinergistik
dari kepercayaan yang tinggi menghasilkan solusi yang lebih baik
dibandingkan dengan diusulkan semula, dan semua pihak mengetahuinya.
Ekologi
adalah kata yang pada dasarnya menjabarkan sinergisme dalam alam –
segalanya berhubungan dengan segalanya yang lain. Dalam hubungan inilah
kekuatan kreatif dimaksimumkan, sama seperti kekuatan nyata pada tujuh
kebiasaan ini dalam hubungan mereka satu sama lain, bukan hanya dalam
kebiasaan individual itu sendiri.
Pemimpin
yang mengaplikasikan kebiasaan berpikir menang/menang, empati, dan
bekerja sama yang efektif akan memperoleh apa yang disebuat sebagai
kemenangan publik.
Semua hal tersebut harus diseimbangkan dengan prinsip pembaruan diri yang seimbang atau mengasah gergaji.
Ada
4 (empat) dimensi pembaruan yaitu dimensi fisik (olahraga, nutrisi,
manajemen stres), dimensi mental (membaca, visualisasi, perencanaan,
menulis), dimensi spiritual (penjelasan nilai dan komitmen, studi dan
meditasi), dimensi sosial/emosional (pelayanan, empati, sinergi, rasa
aman intrinsik).
Nah,
itu merupakan ciri-ciri seorang pemimpin yang bisa kita cermati dalam
tindakan yang dilakukannya. dengan kita mengetahui kebiasaan yang
dilakukan seseorang, kita dapat melihat apakah dia seoprang pemimpin
atau bukan.
Pengertian Mendasar
Sebelum
kita lebih jauh membahas soal kepemimpinan ini, marilah kita bedakan
pengertian mendasar dari kepemimpinan, pimpinan dan pemimpin.
Kepemimpinan berbicara mengenai jiwa, ilmu, cara, strategi dan hasil dari proses memimpin.
Pimpinan
merupakan jabatan, posisi seseorang dalam suatu struktural. Pimpinan
diangkat oleh legalisasi yang dimandatkan secara tersurat. Biasanya
pimpinan berada dalam lingkungan formal dan tidak semua pimpinan adalah
pemimpin.
Pemimpin
biasanya bisa berada di lingkungan formal ataupun tidak formal,
pemimpin dalam lingkungan tidak formal diangkat melalui kepercayaan
legalitas yang tersirat dan tidak berada pada posisi suatu struktural.
Dari
sedikit penjelasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa tidak semua
pemimpin itu menjadi pimpinan, seseorang diangkat menjadi pemimpin bukan
karena legalitas tersurat tetapi lebih kepada legalitas tersirat atau
kemampuan resposibilitynya. Dan pemimpin menghasilkan kepemimpinan yang
berbeda berdasarkan kepemimpinan yang di anutnya.
Konsep-Konsep Kepemimpinan
Sekarang mari kita kenali konsep-konsep kepemimpinan berdasarkan beberapa pendekatan yang sering dilakukan.
Konsep kepemimpinan Trait Approach
merupakan konsep kepemimpinan yang tergolong tradisional. Konsep ini
berbicara tentang seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai
karakteristik individual yang membedakannya dari manusia biasa.
evaluasi dan seleksi bagi seorang pemimpin didasarkan pada karakteristik fisik, mental, dan psikologi.
Ada
tiga tipe pemimpin menurut konsep ini yaitu pemimpin yang otoriter,
pemimpin yang demokratis, dan pemimpin yang “membiarkan segalanya
berjalan seperti adanya” atau menurut Adam Smith disebut sebagai
laissez-faire.
Kelemahan
dalam konsep ini yaitu tidak ditemukannya karakteristik spesifik yang
membedakan antar pemimpin efektif dan pemimpin yang tidak efektif.
Konsep kepemimpinan dengan pendekatan perilaku (behavior Approach)
membahas kepemimpinan efektif berdasarkan perilaku pemimpin. Konsep ini
lebih berfokus pada fungsi dan tipe kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan
dalam sebuah organisasi adalah untuk mengisis posisi untuk memimpin
suatu tim, mempertahankan stabilitas organisasi, mengkoordinasi hubungan
internal antarunit dalam organisasi, dan mempertahankan struktur
organisasi.
Kelemahan
konsep ini adalah sulit untuk menemukan perilaku pemimpin efektif.
Secara konsep, efektifitas kepemimpinan dipengaruhi oleh kepribadian
pemimpin; pengalaman masa lampau; harapan dan perilaku pemimpin;
karakteristik, harapan dan perilaku yang dipimpin, persyaratan tugas;
kultur dan kebijaksanaan organisasi; dan harapan dan perilaku rekan
kerja.
Konsep kepemimpinan berdasarkan situasi organisasi atau bergantung pada faktor-faktor lain (situational Approach).
Ada dua pendapat tentang konsep ini :
Fiedler
mengemukakan bahwa ada tiga tipe pemimpin berdasarkan situasi yang
ada yaitu hubungan pemimpin dan anak buah/pengikut (leader –member
relation), struktur pekerjaan (task structuture), dan kekuatan posisi
pemimpin (leader position power).
Hersey
& Blanchard mengemukakan bahwa kepemimpinan situasional
didasarkan pada interaksi antara tiga faktor utama yaitu : besarnya
tuntunan dan pengarahan yang diberikan pimpinan, besarnya dukungan
sosio emosional yang diberikan pimpinan dan tingkat kesiapan seseorang
yang dipimpin (pengikut) untuk melaksanakan tugas tertentu. Gaya
kepemimpinan yang ditimbulkan konsep ini ada dua kategori umum yaitu :
Perilaku tugas dan perilaku hubungan.
Perilaku
tugas didefinisikan seberapa jauh seorang pemimpin terlibat dalam
menentukan tugas dan tanggung jawab seseorang atau kelompok.
Perilaku
hubungan didefinisikan sebagai seberapa jauh pemimpin terlibat dalam
komunikasi dua arah atau lebih. Perilaku pemimpin antara lain
mendengarkan, memfasilitasi, dan mendukung.
Kesiapan
pengikut didefinisikan seberapa jauh seorang pengikut memperlihatkan
kemampuan dan keinginannya untuk melaksanakan suatu tugas. Komponen
utama kesiapan adalah kemampuan dan keinginan. Kemampuan adalah fungsi
dari pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan (kinerja) yang dibawa
seorang individu atau kelompok bagi suatu tugas atau kegiatan tertentu.
Quantum Leadership
Dalam Webster’s New Universal Unbridged Dictionary terbitan Barnes and Noble Books (1992) terdapat beberpa definisi quantum.
Quantum
dapat berarti jumlah yang sangat besar. Pengertian secara fisika dari
quantum adalah jumlah yang sangat kecil dari energi radian. Jadi,
quantum disini bisa berarti “jumlah yang kecil namun sangat penting”.
Makna quantum dalam konteks kepemimpinan lebih menekankan kepada
“sedikit tetapi memberi dampak yang sangat besar”. Artinya, seorang
pemimpin akan memberikan dampak dan energi yang sangat besar kepada
organisasi dan seluruh anggotanya.
Konsep
quantum leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada
masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”,
“mengubah”, serta “menggerakkan” orang-orang yang dipimpin kearah tujuan
yang direncanakan.
Pemimpin
harus dapat “melihat” masa depan dan “apa yang harus dicapai di masa
depan”. Ia mempunyai imajinasi tentang bagaimana dan kemana
organisasinya dan para pengikutnya akan “dibawa” di masa mendatang. Dia
harus membuka jendela masa depan dan menuangkannya dalam sebuah visi.
Namun, angan-angan saja tidak cukup. Seorang pemimpin harus
merealisasikan angan-angan dan mimpi-mimpinya agar menjadi kenyataan di
masa depan. Artinya, dia harus “mengubah” dari situasi sekarang menjadi
situasi seperti yang diimajinasikan pada masa depan.
Langkah
berikutnya adalah menjadi pedagang harapan (merchant of hope) kepada
para pengikutnya. Pemimpin akan mengkomunikasikan angfan-angan dan
mimpinya, yang dapat membangkitkan harapan, menyulut semangat, dan
beranjak dari situasi masa kini.
Ada
dua elemen dasar yang harus terkandung dalam sebuah visi yaitu sebuah
kerangka kerja konseptual untuk memahami tujuan dan bagaimanan
mencapainya, serta sisi emosionalnya untuk memacu motivasi. Visi
haruslah realistis, dipercaya, dan mempunyai daya tarik masa depan.
Seorang
pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menciptakan dan
mengartikulasikan sebuah visi yang realistis, kredibel, memacu semangat
dan akhirnya menggerakan pengikutnya untuk mencapai tujuan.
Pemimpin
“melihat dan bermimpi” apabila ia berada di depan para pengikutnya.
Untuk melihat dan bermimpi, dapat dilakukan dengan “pendekatan seorang
arsitek”. Pemimpin “mengubah” pada sat ia berada di tengah-tengah para
pengikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan “pendekatan Ibu Teresa”.
Sedangkan pemimpin “menggerakan” pengikutnya pada saat ia berada di
belakang para pengikutnya, memotivasi mereka. Untuk ini dapat dilakukan
dengan “pendekatan The Golf Game”
Dalam
konsep quantum leadership terdapat lima kekuatan besar yang menjadi
pendukung penerapan konsep ini yaitu Visi, Strategi, Komitmen, Aksi dan
sensitivitas.
Visi
berarti cita-cita ke depan, lamunan masa depan organisasi. Visi ini
kemudian diderivasi menjadi misi dan diderivasi lebih lanjut sehingga
menjadi strategi. Strategi yang menjadi panduan bagi tiap anggota
organisasi dalam melakukan segala kegiatannya.
Komitmen
lebih kepada berpegang teguh terhadap apa yang telah ditetapkan
bersama. Yaitu visi, misi, tujuan jangka panjang, sampai ke tahapan
strategi. Faktor selanjutnya adalah aksi, lebih mengarah kepada taktik
dari organisasi yang bersangkutan. Faktor terakhir adalah sensitifitas.
Yang dimaksud sensitifitas di sini adalah sensitifitas terhadap
perubahan yang terjadi disadari atau tidak. Hasil akhirnya adalah
kecepatan organisasi untuk mengerjakan operasionalnya sehingga cita-cita
bersama dapat dicapai dengan cepat dan tepat.
Seorang
pemimpin diumpamakan sebagai seorang arsitek pembangunan masa depan
organisai. Dia diharapkan mampu membuat bangunan imajinernya tentang
banguna masa depan organisai, tetapi tetap juga harus berpijak pada
realitas, yang dapat disebut dengan pendekatan imajinasi kreatif
berdasarkan kenyataan. Seorang pemimpin harus memahami realitas internal
dan ekspernal organisasi, menerima keadaan ini dan membuat imajinasi
“bangunan masa depan” berdaarkan realitas ini. Jadi imajinasi yang hebat
saja tidak memadai, karena tetap harus berpijak ke bumi.
Seorang
quantum leader mempunyai peran untuk “mengubah” dengan memegang prinsip
untuk “membimbing dengan rasa hormat, cinta dan perhatian”. Artinya,
untuk “mengubah” anggota organisasi diperlukan pendekatan personal yang
prima dari seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan membimbing
pengikutnya sehingga mereka mampu –paling tidak- menjadi pemimpin bagi
dirinya sendiri.
Quantum
leadership berkaitan dengan “menggerakkan” yaitu menerapkan The Golf
Game Concept yang terdiri dari direction (mengarahkan), distance
(mengukur jarak), dan precision (ketepatan). Maksudnya untuk
menggerakkan pengikut mesti memiliki tata pikir seperti permainan golf.
Aplikasi dari Quantum Leadership
Visionary
Supervision, pengawasan terhadap lamunan atau mimpi. Hal ini penting
untuk menjaga agar mimpi tersebut tidak melantur dan tidak membumi
sehingga sulit diwujudkan.
Terdapat
lima komponen peting yang harus diperhatikan yaitu : dream achievement
(pencapaian mimpi), strategic comprehension (pengertian yang bersifat
strategis), process and result orientation (berorientasi pada proses dan
hasil yang akan dicapai), systematic analysis (melakukan analisis yang
sistematis), dan constructive anticipation (antisipasi yang
konstruktif).
Positive
Nurturing adalah membimbing secara positif dengan berlandaskan pada
respect – love – care. Dalam prosesnya, anggota atau pengikut dibimbing
secara personal atau pribadi dan berorientasi kepada pencapaian
kinerja tertentu untuk mencapai sasaran berupa sikap yang professional.
Sikap yang professional ini antara lain: motivasi tinggi, berorientasi
pada proses dan hasil, mampu memisahkan kehidupan personal dengan
kehidupan organisasi, dan menunjukan hasil kerja yang optimal. Untuk
mendukung proses ini diperlukan persuasi positif dan emapti sehingga
tercipta hubungan yang saling menguntungkan.
Inner
Driver, menggerakan dorongan dari dalam dengan berlandaskan pada
prinsip memotivasi sendiri organisasi (motivation self organization)
disukung oleh sikap percaya penuh atau trust (terdiri dari
sikap/attitude-kemampuan/ability-penilaian/judgement).
Konsep
penting dari quantum leadership ini adalah konsep dua P yaitu: pemimpin
dan pengikut –leader and follower. Antara leader dan follower bagaikan
dua sisi dari satu mata uang yang tidak dapat terpisahkan.
Kita
mesti ingat bahwa “a good leader is also a good follower”. Tanpa ada
dukungan dari follower, mustahil leader akan berhasil. Konsep ini juga
dikenal sebagai Konsep Quantum Followership. Dengan demikian, antara quantum leadership dan quantum followership adalah satu kesatuan yang utuh.
Inti
Konsep quantum followership ada tiga hal yaitu kesatuan gerak,
kecepatan tindakan dan keberanian menerima tantangan. Komponen pendukung
quantum followership yaitu : strategi, komitmen, sensitifitas,
koordinasi dan partisipasi.
Konsep
terbaru dari followership ini adalah courageous followership,
cirri-cirinya adalah berani menyatakan apa yang benar apa yang salah dan
berani berkata pendapat yang lain.
Ada lima bentuk dari courageous followership :
Merasa bertanggung jawab (the courage to assume responsibility)
Keberanian untuk mendukung (the courage to serve)
Keberanian untuk menentang (the courage to challenge)
Keberanian untuk turut serta dalam tranformasi (the courage to participate in transformation)
Keberanian untuk memisahkan diri (the courage to leave)
Perbandingan Konsep
Coba
bandingkan dengan konsep Manajemen Taman Siwa yang dibangun oleh Ki
Hajar dewantara. Pemimpin yang baik menurut konsep ini adalah pemimpin
yang “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri
handayani”.
Ing
ngarso sung tulodo berarti “di depan memberikan teldan”. Ing madyo
mangun karso berarti “di tengah membangun kekuatan untuk terus
berkarya”. Sedangkan tut wuri handayani berarti “di belakang memberikan
dorongan”.
Dalam
artian, posisi pemimpin dalam sebuah organisasi adalah fleksibel.
terkadang ia berada di belakang untuk memberikan dorongan dan motivasi,
kadang ia berada bersama pengikutnya untuk bersama-sama membangun
kekuatan untuk terus berkarya, dan kadang ia berada di depan, memimpin
dengan memberikan contoh dan teladan dalam berkarya.
Ternyata terdapat kesamaan konsep antara Quantum Leadership-Quantum Followership dengan konsep Manajemen Taman siswa.
KESIMPULAN
Untuk
mencapai apa yang dinamakan kepemimpinan revolusioner, seorang pemimpin
harus memahami perbedaan mendasar pengertian kepemimpinan, pimpinan,
dan pemimpin. Setelah memahami hal tersebut maka seorang pemimpin dapat
merubah paradigma berpikirnya melalui pemahaman bahwa Pemimpin adalah ia
(mereka) yang relatif telah menemukan jawaban terhadap tiga pertanyaan
eksistensial: “Siapakah aku?”; “Ke manakah aku pergi?” ; dan “Apakah yang harus/dapat aku lakukan (tanggungjawabku) dalam hidup ini?” Ia (mereka) adalah orang-orang yang siap untuk mendemonstrasikan kebenaran sederhanan ini: Satu orang biasa dapat membuat perbedaan besar.
Kemudian
memproses diri melalui beberapa tahapan menjadi seorang pemimpin
dimulai dari pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya,
pembimbing, pemimpin yang berkepribadian dan akhirnya menjadi pemimpin
abadi.
Dengan
menerapkan kebiasaan proaktif, selalu merujuk pada tujuan akhir,
mendahulukan yang utama maka akan memperoleh apa yang disebut sebagai
kemengan pribadi. Dan kebiasaan berpikir menang/menang, berusaha
mengerti terlebih dahulu baru dimengerti, serta selalu bersinergi maka
seorang pemimpin akan memperoleh kemengan publik. Hal tersebut harus
selalu diperbarui dengan kebiasaan “Kaizen”. Sehingga akan menjadi
pemimpin yang efektif dan revolusioner. Karena Kepemimpinan revolusioner
merupakan perpaduan antara apa yang disebut learning to know (belajar
tentang), learning to do (belajar dengan), learning to be (belajar
menjadi) dan learning to life together (belajar hidup bersama).
Kesemuanya
berpadu menjadi satu formula kepemimpinan revolusioner, sebab apa yang
disebut revolusioner adalah pergerakan yang mendasar dan membawa
perubahan besar dan signifikan bagi internal (diri dan organisasi) dan
eksternal (lingkungan).