Minggu, 20 November 2011

HIV dan AIDS (Depkes, 2009)

Secara kumulatif jumlah kasus AIDS sampai dengan September 2009 sebesar 18.442 kasus. Berdasarkan cara penularannya secara kumulatif dilaporkan antara lain melalui heteroseksual 49,7%, IDU 40,7%, homoseksual 3,4%, perinatal 2,5%, transfusi darah 0,1%, dan tidak diketahui 3,7%. Menurut 4 golongan usia tertinggi adalah usia 20-29 tahun sebanyak 49,6%, usia 30-39 tahun 29,8%, usia 40-49 tahun 8,7%, usia 15-19 tahun 3,0%. Perbandingan persentase kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 74,5% : 25,5% atau 3 : 1. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa masalah remaja Indonesia adalah:1). 60% remaja mengaku telah mempraktekkan seks pra nikah; 2). ± 70% dari pengguna Narkoba adalah remaja; 3). ± 50% dari pengidap AIDS adalah kelompok umur remaja. Jadi sejumlah itulah remaja Indonesia yang terganggu kesempatannya untuk melanjutkan sekolah, memasuki dunia kerja, memulai keluarga dan menjadi anggota masyarakat secara baik. Sejumlah itu pula remaja yang tidak siap untuk melanjutkan tugas dan peran sebagai generasi penerus bangsa.

Untuk merespon permasalahan remaja tersebut, Pemerintah (cq. BKKBN) telah melaksanakan dan mengembangkan program PKBR yang diarahkan untuk mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka Tegar Keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Ciri-ciri Tegar Remaja adalah remaja yang menunda usia pernikahan, remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko TRIAD KRR (Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS), bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya. Upaya untuk mewujudkan remaja Indonesia melalui program PKBR sesuai dengan konsep Tegar Remaja tersebut akan diupayakan melalui strategi Tegar Remaja. Strategi Tegar Remaja merujuk pada lessons learned dari evaluasi program ARH tahun 1990-2000, School of Public Health, University of Michigan, USA, 2005 dan evaluasi program ARH di Asia, Afrika dan Amerika Latin (World Bank Report, 2007). Strategi Tegar Remaja adalah program PKBR yang dilaksanakan melalui pengembangan faktor-faktor pendukung (promotive factors) program PKBR dan remaja, dalam konteks dan situasi faktor risiko TRIAD KRR. Program PKBR apabila tidak dilaksanakan dengan pengembangan faktor pendukung tersebut akan mengakibatkan meningkatnya jumlah remaja yang bermasalah. Dengan meningkatnya jumlah remaja yang bermasalah akan mengganggu pencapaian tugas-tugas perkembangan remaja. Tugas-tugas pertumbuhan dan

perkembangan remaja tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tugas-tugas pertumbuhan dan perkembangan remaja secara individual, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental, emosional dan spiritual.
2. Tugas-tugas pertumbuhan dan perkembangan remaja secara sosial, yaitu melanjutkan sekolah, mencari
pekerjaaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat yang normal dan mempraktekkan
hidup sehat, seperti yang telah diuraikan pada halaman satu dimuka. 

Akan tetapi apabila program PKBR didukung oleh ketiga faktor pendukung, yaitu (1) peningkatan assets/capabilities remaja atau pengembangan segala sesuatu yang positif seperti terdapat pada diri remaja (pengetahuan, sikap, perilaku, hobi, minat dan sebagainya), (2) pengembangan resources/ opportunities, yaitu jaringan dan dukungan yang diberikan kepada remaja dan program PKBR oleh semua stakeholders terkait (orang tua, teman, sekolah, organisasi remaja, pemerintah, media massa, dan sebagainya), (3) Pemberian pelayanan kedua (second chance) kepada remaja yang telah menjadi korban TRIAD KRR, agar bisa sembuh dan kembali hidup normal, maka pelaksanaan Program PKBR akan menghasilkan Tegar Remaja (TR) seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Salah satu kegiatan program PKBR yang mengembangkan ketiga strategi tersebut diatas, adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan wadah PIK Remaja. Keberadaan dan peranan PIK Remaja dilingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang PKBR. Akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK Remaja masih relatif rendah. 

Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan pengembangan dan pengelolaan PIK Remaja dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan tersebut. Untuk peningkatan dan pengembangan pengelolaan dan pelayanan PIK Remaja diperlukan buku panduan standar yang dapat digunakan oleh pihak-pihak terkait dengan pengelolaan, pelayanan serta pengembangan PIK Remaja. Panduan Pengelolaan PIK Remaja yang disempurnakan ini sudah diterjemahkan kedalam Panduan berbentuk “Video”. Diharapkan Panduan Pengelolaan PIK Remaja baik dalam bentuk cetak maupun video ini dapat memberikan kemudahan bagi para pembina dan pengelola PIK Remaja dalam memahami dan menggunakannya di lapangan.

Seksualitas pada remaja

Seksualitas
♦ Seks Pra Nikah
Berdasarkan Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2002-2003) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%, laki-laki 46,5%). Dari penelitian yang dilakukan oleh Wimpie Pangkahila tahun 1996 terhadap 633 pelajar SLTA di Bali, didapatkan bahwa 27% remaja laki-laki dan 18% remaja perempuan mempunyai pengalaman berhubungan seks pra nikah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Situmorang tahun 2001 didapatkan 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks. Hasil penelitian DKT Indonesia 2005, menunjukkan perilaku seksual remaja di 4 kota yaitu Jabotabek, Bandung, Surabaya dan Medan berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah, namun kenyataannya 82% remaja punya teman melakukan seks pra nikah, 66% remaja punya teman hamil sebelum
menikah. Remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%, Surabaya didapatkan bahwa kisaran umur pertama kali melakukan hubungan seks pada umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alokon, 85% dilakukan di rumah sendiri. Menurut survei Komnas Perlindungan Anak di 33 Provinsi Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan 1). 97% remaja SMP
dan SMA pernah menonton film porno, 2). 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral sex (sex melalui mulut), 3) 62,7% remaja SMP tidak perawan, 4) 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.


Faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3 x lebih besar) adalah: 
1). Teman sebaya yaitu mempunyai pacar; 2). Mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seks pra nikah; 3). Mempunyai teman yang mempengaruhi
atau mendorong untuk melakukan seks pranikah (Analisa Lanjut SKRRI, 2003). Perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat seperti diuraikan diatas, sehingga kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada kelompok remaja. Disamping itu jumlah kelompok remaja di Indonesia yang saat ini sudah menginginkan suatu pelayanan KB tersedia bagi kelompok mereka, ternyata datanya sangat mencengangkan. Data SKRRI 2007 menunjukkan 90% remaja perempuan dan 85% remaja laki-laki menginginkan pelayanan KB diberikan kepada mereka. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan hasil SKRRI 2002 yang hanya 52% remaja perempuan dan 41% remaja laki-laki masing-masing meminta untuk dapat diberikan pelayanan kontrasepsi. Jika 90% remaja perempuan dan 85% remaja laki-laki yang saat ini sudah menginginkan pelayanan alat kontrasepsi dikaitkan dengan jumlah remaja umur 15-24 tahun yang jumlahnya sekitar 42 juta jiwa, berarti sekitar 37 juta jiwa remaja yang membutuhkan pelayanan alat kontrasepsi tidak terpenuhi atau unmet need ber KB untuk kelompok remaja. Unmet need ber KB untuk kelompok remaja akan tetap menjadi unmet need, karena definisi Keluarga Berencana menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah untuk “Pasangan Suami Istri sesuai dengan pilihannya”. Dengan demikian pemberian pelayanan kontrasepsi kepada remaja bertentangan dengan Undang-undang.

MENSTRUASI atau HAID


Menstruasi atau haid mengacu kepada pengeluaran secara periodik darah dan sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Menstruasi dimulai saat pubertas dan menandai kemampuan seorang wanita untuk mengandung anak, walaupun mungkin faktor-faktor kesehatan lain dapat membatasi kapasitas ini. Menstruasi biasanya dimulai antara umur 10 dan 16 tahun, tergantung pada berbagai faktor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh. Menstruasi berlangsung kira-kira sekali sebulan sampai wanita mencapai usia 45 – 50 tahun, sekali lagi tergantung pada kesehatan dan pengaruh-pengaruh lainnya. Akhir dari kemampuan wanita untuk bermenstruasi disebut menopause dan menandai akhir dari masa-masa kehamilan seorang wanita. Panjang rata-rata daur menstruasi adalah 28 hari, namun berkisar antara 21 hingga 40 hari.
Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya, dan bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut.
Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan, dan indung telur. Pada permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal. Lapisan ini berperan sebagai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh bila wanita tersebut hamil. Hormon memberi sinyal pada telur di dalam indung telur untuk mulai berkembang. Tak lama kemudian, sebuah telur dilepaskan dari indung telur wanita dan mulai bergerak menuju tuba Falopii terus ke rahim. Bila telur tidak dibuahi oleh sperma pada saat berhubungan intim (atau saat inseminasi buatan), lapisan rahim akan berpisah dari dinding uterus dan mulai luruh serta akan dikeluarkan melalui vagina. Periode pengeluaran darah, dikenal sebagai periode menstruasi (atau mens, atau haid), berlangsung selama tiga hingga tujuh hari. Bila seorang wanita menjadi hamil, menstruasi bulanannya akan berhenti. Oleh karena itu, menghilangnya menstruasi bulanan merupakan tanda (walaupun tidak selalu) bahwa seorang wanita sedang hamil. Kehamilan dapat di konfirmasi dengan pemeriksaan darah sederhana.
Kecuali jika seorang gadis telah dipersiapkan akan kedatangan menstruasi, hal ini bisa menjadi saat yang mengecewakan baginya. Anak-anak perempuan yang tidak mengenal tubuh mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk. Anak-anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi sebagai fungsi tubuh normal dapat mengalami rasa malu yang amat dan perasaan kotor saat menstruasi pertama mereka. Bahkan saat menstruasi akhirnya dikenali sebagai proses yang normal, perasaan kotor dapat tinggal sampai masa dewasa. Namun, dalam tahun-tahun belakangan ini pendidikan anatomi dan fisiologi yang lebih baik telah menjadikan penerimaan akan menstruasi. Malahan banyak wanita yang melihat menstruasi dengan bangga sebagai proses yang hanya terjadi pada wanita. Beberapa keluarga bahkan memiliki perayaan khusus untuk menghormati kedewasaan seorang wanita muda.
Meskipun begitu, banyak wanita mengalami ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari sebelum periode menstruasi mereka datang. Kira-kira setengah dari seluruh wanita menderita akibat dismenore, atau menstruasi yang menyakitkan. Hal ini khususnya sering terjadi awal-awal masa dewasa. Gejala-gejala dari gangguan menstruasi dapat berupa payudara yang melunak, puting susu yang nyeri, bengkak, dan mudah tersinggung. Beberapa wanita mengalami gangguan yang cukup berat seperti keram yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot halus rahim, sakit kepala, sakit pada bagian tengah perut, gelisah, letih, hidung tersumbat, dan ingin menangis. Dalam bentuk yang paling berat, sering melibatkan depresi dan kemarahan, kondisi ini dikenal sebagai gejala datang bulan atau PMS, dan mungkin membutuhkan penanganan medis.
Dalam beberapa kasus pengadilan di Inggris dan Perancis, para pengacara telah menggunakan keberadaan PMS untuk berargumentasi mengenai turunnya kemampuan saat melakukan perbuatan kriminal. Di masa lalu, PMS dianggap sebagai kondisi psikosomatik, dan berlanjut menjadi subyek tertawaan, sekarang PMS dikenal memiliki sebab organik. Beberapa pengobatan telah diciptakan untuk mengatasi gejala-gejala PMS.
Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal sebagai amenore, atau kegagalan bermenstruasi selama masa waktu perpanjangan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor termasuk stres, hilang berat badan, olahraga berat secara teratur, atau penyakit. Sebaliknya, beberapa wanita mengalami aliran menstruasi yang berlebihan, kondisi yang dikenal sebagai menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi banyak, namun dapat berlangsung lebih lama dari periode normal.
Sikap terhadap menstruasi dapat berbeda pada setiap masyarakat. Banyak masyarakat yang memandang wanita sebagai terkontaminasi atau tercemar saat menstruasi dan tidak mengikutsertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat karena takut akan ikut tercemar. Menstruasi adalah satu dari banyak pembenaran yang telah diberikan untuk menghalangi wanita memasuki peran-peran keagamaan pada beberapa agama. Ritual pembersihan di akhir menstruasi dianjurkan pada beberapa masyarakat. Namun, masyarakat lain menganggap menstruasi sebagai fungsi tubuh normal dan tidak menghukum atau menghalangi wanita saat mereka mengalaminya.

Menelusuri Kecemasan pada REMAJA

Bila banyak pihak mencemaskan individu yang berada pada masa remaja, bagaimana dengan kecemasan yang dialami pada remaja itu sendiri?

Period of storm and stress
Banyak alasan mengapa masa remaja menjadi sorotan yang tidak lekang waktu. Psikologi sendiri memandang periode ini sebagai periode yang penuh gejolak dengan menamakan period of storm and stress. Arnett menarik tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja; (1) konflik dengan orangtua, (2) perubahan mood yang cepat, dan (3) perilaku beresiko (dalam Laugesen, 2003)
Peran teman sebaya yang mulai ‘menggeser’ peran orangtua sebagai kelompok referensi tidak jarang membuat tegang hubungan remaja dan orangtua. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku. Meskipun demikian studi Stenberg menemukan bahwa teman sebaya memang memiliki peran yang penting bagi remaja, namun pengaruh teman sebaya cenderung pada hal-hal yang berhubungan dengan gaya berpakaian, musik dan sebagainya. Sementara untuk nilai-nilai fundamental, remaja cenderung tetap mengacu pada nilai yang dipegang orangtua termasuk dalam pemilihan teman sebaya, biasanya juga mereka yang memiliki nilai-nilai sejenis (dalam Perkins,2000).

Benarkah demikian? Agaknya para orangtua harus berbesar hati dan membuka diri agar tidak tertipu oleh model rambut, mode pakaian, musik yang berdebum di kamar remaja, juga gaya bahasa yang tidak jarang membuat telinga terasa penuh. Kedekatanlah yang bisa membuka mata dan hati untuk melihat lebih jernih nilai-nilai yang sebenarnya dipegang remaja. Bukankah penemuan Stenberg menjadi angin segar dan harapan yang menggembirakan di mana orangtua atau keluarga tetap menjadi model utama. Hanya penampilan tentu tidak selalu sama, era digital bukankah membawa berjuta pilihan? Tidak hanya bagi remaja, tetapi juga orangtua.

Mood yang naik turun juga sering terdengar dari celetukan remaja, “Bete niiih..” Ada dua mekanisme di mana mood mempengaruhi memori kita. (1) Mood-dependent memory ,suatu informasi atau realita yang menimbulkan mood tertentu, atau (2) Mood congruence effects, kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif kala mood sedang baik, dan sebaliknya informasi negatif lebih tertangkap atau diingat ketika mood sedang jelek (Byrne & Baron, 2000). Bisa dibayangkan bagaimana perubahan mood yang cepat pada remaja terkait dengan kecemasan yang mungkin terbentuk.

Remaja juga mempunyai reputasi berani mengambil resiko paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Hal ini pula yang mendorong remaja berpotensi meningkatkan kecemasan karena kenekatannya sering mengiring pada suatu perilaku atau tindakan dengan hasil yang tidak pasti. Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi salah satu pemicu utama. Perilaku nekat dan hasil yang tidak selalu jelas diasumsikan Arnett membuka peluang besar untuk meningkatnya kecemasan pada remaja (dalam Laugesen, 2003)

Empat model kognitif bagi kecemasan remaja
Laugesen (2003) dalam studinya tentang empat model kognitif yang digagas oleh Dugas, Gagnon, Ladouceur dan Freeston (1998) menemukan bahwa empat model kognitif tersebut efektif bagi pencegahan dan perlakuan terhadap kecemasan pada remaja. Kecemasan merupakan fenomena kognitif, fokus pada hasil negatif dan ketidakjelasan hasil di depan. Hal ini didasari dari definisi Vasey & Daleiden (dalam Laugesen,2003) berikut;
“Worry in childhood and adolescence has been defined as primarily an anticipatory cognitive process involving repetitive, primarily verbal thoughts related to possible threatening outcomes and their potential consequences.”
Empat model kognitif itu ialah (1) tidak toleran (intoleransi) terhadap ketidakpastian, (2) keyakinan positif tentang kecemasan, (3) orientasi negatif terhadap masalah, serta (4) penghindaran kognitif.

Pemahaman tiap variabel tersebut;
(1) intoleransi terhadap ketidakpastian merupakan bias kognitif yang mempengaruhi bagaimana seseorang menerima, menginterpretasi dan merespons ketidakpastian situasi pada tataran kognitif, emosi dan perilaku;
(2) sejumlah studi menunjukkan bahwa orang yang meyakini bahwa perasaan cemas dapat membimbing pada hasil positif seperti solusi yang lebih baik dari masalah, meningkatkan motivasi atau mencegah dan meminimalisir hasil negatif, dapat membantu mereka dalam menghadapi ketakutan dan kegelisahan;
(3) orientasi negatif terhadap masalah merupakan seperangkat kognitif negatif yang meliputi kecenderungan untuk menganggap masalah sebagai ancaman, memandangnya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecahkan, meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah, menjadi merasa frustrassi dan sangat terganggu ketika masalah muncul;
(4) penghindaran kognitif dikonsepsikan dalam dua cara, yakni (a) proses otomatis dalam menghindari bayangan mental yang mengancam dan (b) strategi untuk menekan pikiran-pikiran yang tidak diinginkan.

Studi Laugesen (2003) secara khusus menunjukkan dua hal penting yang bisa menjadi acuan; (1) intoleransi terhadap ketidakpastian dan orientasi negatif terhadap masalah merupakan target utama baik dalam pencegahan maupun perlakuan pada kecemasan yang berlebihan dan tidak terkendali pada remaja, (2) intoleransi terhadap ketidakpastian juga menjadi konstruk utama dalam kecemasan remaja. Hal lain yang sangat menarik dalam temuan Laugesen adalah intoleransi pada remaja berkorelasi dengan persepsi tentang tugas ambigu, namun tidak dengan kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi dan kecemasan sebagai konstruk yang unik.

Intoleransi menjadi kunci penting dalam memahami kecemasan pada remaja. Secara logika bisa dipahami bahwa ketidakmampuan individu dalam menerima ketidakpastian sebagai salah satu kenyataan yang akan dihadapi cukup menggambarkan diri orang tersebut. Hal ini juga menarik untuk kembali melirik teori dan studi tentang diri. Laugesen (2003) juga menguji tingkat kecemasan (tinggi dan rendah), di mana intoleransi tetap berperan di dalamnya. Remaja atau individu yang bagaimana tepatnya yang berpeluang untuk mengalamai kecemasan tinggi, tidak terkendali, atau yang wajar?

Siapa Anda? Siapa saya?
Pada model kognitif orientasi negatif pada masalah, individu juga memiliki kecenderungan untuk meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah yang datang. Hal ini menunjukkan peran self-efficacy dalam pembentukkan rasa cemas. Bandura (dalam Brown, 2005) menyatakan self-efficacy sebagai “a belief that one can perform a specific behavior,” dan “Self-efficacy is concerned not with the skills one has but with judgement of what one can do with whatever skills one possesses.” Individu dengan self-efficacy tinggi meyakini bahwa kerja keras untuk menghadapi tantangan hidup, sementara rendanhya self-efficacy kemungkinan besar akan memperlemah bahkan menghentikan usaha seseorang.

Pencarian identitas menjadi salah satu aikon pada masa remaja. Hal ini membawa kita untuk menelisik lebih jauh tentang self-concept yang ada maupun yang sedang terbentuk. Konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya sendiri. Baron & Byrne (2000) merumuskan sebagai berikut, “self concept is one’s self identity, a schema consisting of an organized collection of beliefs and feelings about oneself.” Konsep diri berkembang sejalan dengan usia, namun juga merespons umpan balik yang ada, mengubah lingkungan seseorang atau status dan interaksi dengan orang lain. Pertanyaan “Siapa Anda? Siapa saya?” menjadi inti studi psikologi tentang konsep diri. Rentsch & Heffner (1994, dalam Byrne & Baron, 2000) menyimpulkan dari sekian ragam jawaban atas pertanyaan tersebut dalam dua kategori; (1) aspek identitas sosial dan (2) atribusi personal. Sebagian dari kita akan menjawab, Saya adalah arsitek, penulis, mahasiswa, dan lain sebagainya yang mengacu pada identitas sosial seseorang. Sebagian dari kita yang lain akan menjawab Saya periang, terbuka, pemalu, dan sebagainya yang lebih merujuk pada atribusi diri.

Sementara Rogers (2001) membagi konsep diri dalam dua kategori yang sedikit berbeda yakni (1) personal dan (2) sosial. Konsep diri personal adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri dari kacamata diri, misalnya “Saya merasa sebagai seorang yang terbuka terhadap kritik.” Sedangkan konsep diri sosial berangkat dari kacamata orang lain, seperti, “Teman-teman di kampus melihat saya sebagai orang yang keras kepala,” biasanya kalimat ini akan berlanjut dengan koreksi dari pandangan dirinya sendiri seperti “…padahal saya hanya mempertahankan pendapat saya saja.” Atau justru kalimat yang membenarkan pandangan lingkungan terhadap diri, seperti “…memang saya merasa susah menerima perbedaan sih..” Rogers menambahkan bahwa konsep diri individu yang sehat adalah ketika konsiten dengan pikiran, pengalaman dan perilaku. Konsep diri yang kuat bisa mendorong seseorang menjadi fleksibel dan memungkinkan ia untuk berkonfrontasi dengan pengalaman atau ide baru tanpa merasa terancam.

Lebih lanjut, pembahasan konsep diri membawa kita pada self-esteem, sebagai evaluasi atau sikap yang dipegang tentang diri sendiri baik dalam wilyah general maupun spesifik. Para ahli psikologi mengambil perbandingan antara konsep diri dengan konsep diri ideal atau yang diinginkan. Semakin kecil perbedaan atau diskrepansi antara keduanya, semakin tinggi self-esteem seseorang, “He/she is what he/she wants to be.” Salah satu hasil yang dituju dalam terapi Rogerian (self-centered therapy) adalah peningkatan self-esteem atau menurunkan gap antara diri dan diri ideal dalam seseorang.

Budaya & Perkembangan Budaya
Satu lagi yang perlu dipertimbangkan adalah faktor budaya. Perbedaan budaya memiliki pengaruh pada individu dalam menilai pengalaman emosi. Studi menunjukkan, di masyarakat kolektif, self critical menjadi norma, sementara di masyarakat individual, self enhancement yang berlaku (Baron & Byrne,2000). Hal ini memberikan sedikit petunjuk tentang apa yang menjadi obyek perhatian individu dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Apakah memang faktor eksternal yang lebih menentukan kecemasan remaja di masyarakat kolektif seperti Indonesia, di mana individu akan sangat terganggu jika tidak bisa memenuhi aturan main yang berkembang dengan lingkungan terutama teman sebaya? Ataukah justru pencapaian diri sudah mencuri perhatian remaja sebagai dampak dari era keterbukaan dengan kecanggihan teknologi informasi?

Masih terbuka banyak jalan untuk memahami kecemasan yang dialami remaja. Melengkapi studi Laugesen, self-efficacy, self-concept, self-esteem dan budaya menanti untuk digali khususnya pada remaja di Indonesia.

REMAJA DAN PERILAKU KONSUMTIF

Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. 

Pola Hidup Konsumtif
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500 ribu rupiah. Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif. 
Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha. Apakah ia dapat digolongkan berperilaku konsumtif?

Perilaku Konsumtif Remaja
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.
Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah:
Pria: Wanita:
1. mudah terpengaruh bujukan penjual
2. sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang
3. mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
4. kurang menikmati kegiatran berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.
1. lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
2. tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
3. menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif
4. cepat merasakan suasana toko
5. senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).
Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakan memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria atau waniata yang lebih banyak membelanjakan uangnya. 

Apakah Konsumtif Berbahaya?
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat.
Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

Tips tentang Filsafat Mengendalikan sikap dan tindakan.

Hasil dari tindakan adalah mengendalikan gaya hidup. Dari beberapa buku bisnis ataupun ezine yang mana kutipan dari Gitomer Jeffery Ezine. Bagian yang disukai banyak orang adalah tipe orang yang filosofis dan akses filosofi anda siapa saja apa yang anda pikirkan, katakan dan lakukan dan dimanapun anda berada ! Ini akan membuat anda bertanggung jawab dengan gaya hidup anda sendiri, hasil, tindakan, sikap dan filsafat ! Jadi, mari kita menggunakan kebijaksanaan untuk merefleksikan kesehatan dan kebugaran kita dan gaya hidup kita.

1. Gaya Hidup

Ini akan menjadi lebih jelas bahwa kebugaran dan kesehatan memiliki dampak besar dengan gaya hidup kita ! Siapa pun yang mengabaikan fakta itu kemungkinan besar terlalu banyak dibebani dengan berat badan, kekurangan harga diri atau energi, motivasi rendah bahkan kesehatan yang rendah. Gaya hidup dibatasi dan terbatas dengan kesehatan dan kebugaran gaya hidup yang mencegah timbulnya sakit dan penyakit, tetapi mefungsikan anda dengan lebih banyak kemampuan dan kebebasan dalam semua bidang kehidupan anda ! Apabila tidak senang dengan gaya hidup anda ? Silahkan ke Hasil pribadi anda !

2. HASIL

Keadaan kebugaran dan kesehatan anda merupakan bagian pribadi dari anda ! Cedera, sakit atau gangguan ( anda tidak memiliki mengatasi keadaan ) atau dengan kata lain disebut kekurangan kesehatan dan kebugaran menghampiri anda ! Bilamana anda terlalu sibuk, terlalu lelah atau terlalu apa pun tetapi secara fakta semua itu hanya sebuah alasan ! Bilamana anda membuat sebuah prioritas bahwa kesehatan dan kebugaran anda sebagai prioritas utama, Anda telah melakukan hal yang benar dan anda akan mendapatkan sesuai dengan hasil yang anda inginkan. Hasil yang anda dapatkan adalah hasil yang layak anda dapatkan berdasarkan tindakan anda !

3. TINDAKAN

Anda ingin tubuh bugar ? Lihatlah lebih banyak TV ! atau anda ingin kurus ? Makan jenis kue yang lain ! Semua itu tidak masuk akal kan ? Suatu kebodohan untuk mengatakan anda benar-benar menginginkan sesuatu dan kemudian melakukan apapun untuk mencapai semua itu ! Bahkan lebih buruk lagi melakukan sesuatu untuk mendorong diri sendiri lebih jauh ! Apabila ada perempatan jalan maka anda akan berubah pikiran, impian dan keinginan menjadi kenyataan, itu merupakan sebuah hasil dari gaya hidup ! Tindakan anda merupakan kunci dari pikiran, mimpi dan keinginan tetap. Apakah pikiran tanpa tindakan dan itu adalah tindakan kita yang merupakan ekspresi dari sikap kita.

4. SIKAP

Mari kita menyelidiki jiwa sekarang, katakan saja sikap adalah yang kita pikirkan ( keyakinan perasaan dan nilai ). Apa yang kita percaya, rasakan dan nilai sangat mempengaruhi apa yang kita lakukan dan miliki ? jawabannya adalah Ya !! Jadi, kemungkinan besar bahwa apa yang kita pikirkan dapat membantu atau menghalangi ?Jawabannya adalah Ya ! Dan coba tebak ! Anda dapat mengubah pikiran, keyakinan, perasaan dan nilai setiap saat yang anda inginkan ! Anda dapat mengendalikan hal ini dan anda mengendalikan pikiran dan tubuh anda bukan sebaliknya !

5. Filsafat

Setelah beberapa hal yang sudah dikemukakan, jauh lebih mendalam daripada prinsip dan kebenaran yang menjadi kenyataan serta pengetahuan dan perilaku. Filosofi tentang apa yang kita terima untuk menjadi penuntun kebenaran dan prinsip jelas sangat mempengaruhi apa yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, apa yang kita miliki dan bagaimana kita hidup. Jika anda meragukan hal ini, cobalah membandingkan dua agama yang berbeda dan anda akan melihat contoh dari filsafat yang berbeda dengan menghasilkan perbedaan sikap, tindakan, hasil dan gaya hidup. Beberapa prinsip dan anda mungkin memerlukan konfirmasi kebenaran jika membawa anda ke arah yang anda inginkan dalam hidup atau refleksi dan setting ulanglah jika mereka membawa anda jauh dari apa yang anda inginkan dalam hidup anda. Anda memiliki kekuatan untuk memilih filsafat, tujuan dan inspirasi anda. Berikut ini adalah filosofi yang dapat membantu anda :
Kesehatan adalah suatu kewajiban bagi kesenangan dan tugas“. Saya hanya mempunyai satu hidup dan memastikan kesehatan dan kebugaran membantu saya untuk melakukan tugas saya dengan segenap kemampuan saya serta membantu saya untuk menikmati kesenangan dalam hidup”.

Azas Kepemimpinan


11 AZAS KEPEMIMPINAN

1.      TAQWA

DALAM ARTI SEMUA PEMIMPIN HARUS BEBEKAL KETAQWAAN DAN KEIMANAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

2.      INGGARSO SUNG TULODO

SEORANG PEMIMPIN BERADA DI DEPAN HARUS MENJADI CONTOH DAN SURI TAULADAN TERHADAP PEMIMPINNYA

3.      INGMADYO MANGUN KARSO

BERADA DI TENGAH,LOYAL TEHADAP YANG MEMIMPIN,LOYAL TERHADAP SESAMA DAN MEMPERHATIKAN TERHADAP BAWAHANNYA

4.      TUTWURI HANDAYANI

BERADA DI BELAKANG MEMBERIKAN DORONGAN TERHADAP KEMAMPUAN ORANG LAIN


5.      WASPODO PURBOWASESO

SEORANG PEMIMPIN HARUS WASPADA DAN MENCERMATI TERHADAP SEMUA GEJALA YANG TERJADI TERHADAP LINGKUNGANNYA

6.      AMBEK PRAMATA ARTA

MENDAHULUKAN NAMA YANG LEBIH PENTING MEMPUNYAI SKALA PRIORITAS

7.      PRASODJO

HIDUP SECARA WAJAR

8.      SETIA

SETIA KEPADA TUGAS DAN BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP TUGAS YANG DI EMBANNYA

9.      GEMINASTITI

TIDAK BERGAYA HIDUP BOROS

10.  BLOKO

SEORANG PEMIMPIN HARUS TRANSPARAN ATAU TERUS TERANG

11.  LEGOWO

MENERIMA KENYATAAN TANG ADA





Sabtu, 05 November 2011

Kepemimpinan Revolusiner

KEPEMIMPINAN REVOLUSIONER

PENDAHULUAN

Ada satu cerita militer dari negeri Cina yang sangat popular tentang seorang jenderal yang memimpin pasukannya memasuki sebuah pulau yang merupakan daerah musuh dengan misi membunuh semua pasukan musuh. Sayang sekali jumlah pasukannya terlalu sedikit, hanya satu berbanding empat dengan jumlah pasukan musuh. Pada waktu sudah mendarat di pantai, ia memerintahkan pasukannya untuk membakar semua kapal yang digunakan untuk pergi ke pulau tersebut. Ketika ditanyakan apa alasannya, ia menjawab “supaya satu-satunya jalan untuk bisa meninggalkan pulau ini adalah kemenangan.” Dengan menghilangkan semua kemungkinan untuk mundur, ia menempatkan pasukannya pada situasi di mana mereka harus melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk bertempur. Mundur bukanlah pilihan. Akhirnya pasukannya bertempur habis-habisan karena hidupnya tergantung pada pertempuran itu dan mereka menang.

Dari kisah di atas dapat kita petik banyak sekali pelajaran yang tersirat. Bila kita melihat sosok sang jenderal, dia merupakan sosok pemimpin revoluioner bagi pasukannya karena dalam situasi yang kritis sangat bisa menempatkan posisi pasukannya menuju kemenangan.

Sedikit dari banyak cerita di atas akan dikupas tentang kepemimpinan yang revolusioner terutama dalam perspektif kepramukaan.

Jika kita mencoba mendefinisikan apa itu kepemimpinan, maka tidak akan cukup waktu karena banyak sekali definisi kepemimpinan yang ada saat ini. Tapi di sini akan coba dibahas beberapa pergeseran paradigma kepemimpinan yang ada di dunia ini.


PEMBAHASAN

Pergeseran Paradigma Kepemimpinan
Dalam dua atau tiga dekade terakhir ini, konsep-konsep kepemimpinan mengalami pergeseran – pergeseran mendasar.
sebagai contoh, dulu konsep-konsep kepemimpinan itu didominasi dan diletakan dalam konteks kekuasaan dan otoritas yang tidak boleh dibantah, serta suatu struktur hirarkis dalam organisasi formal. Yang namanya pemimpin itu hampir selalu dikait-kaitkan dengan orang-orang yang berada di puncak struktur sebuah organisasi. Orang-orang ini ‘dianggap’ memegang otoritas yang nyaris mutlak dan karenanya tak boleh diganggu gugat. Dengan demikian kepemimpinan lebih sering diberi makna yang eksklusif dan formal. Kepemimpinan menjadi sesuatu yang diperuntukan bagi segelintir orang saja, yakni para pemegang kekuasaan. Kepemimpinan seperti ini sering dipahami sebagai posisi, kedudukan, jabatan yang bergengsi.

Belakangan konsep-konsep kepemimpinan lebih bernuasa kultural, tidak selalu dikaitkan dengan struktur dan otoritas yang bersifat relatif dan kontraktual, sehingga bisa diperdebadkan dan digugat.
Kepemimpinan telah menjadi sesuatu yang menjadi urusan semua orang. Kepemimpinan seperti ini lebih dimengerti sebagai pekerjaan (Job), tanggung jawab (responsibility), dan peran (role). yang pada skala tertentu merupakan urusan dan ada dalam diri semua orang.

Dari pergeseran paradigma kepemimpinan tersebut kini konsep kepemimpinan lebih mengarah kepada konsep kepemimpinan transaksional, tranformasional, dan visioner. Hal ini yang pada gilirannya akan menuju pada konsep kepemimpinan revolusioner yang akan dibahas dalam makalah ini.

Definisi Pemimpin
Pemimpin adalah ia (mereka) yang relatif telah menemukan jawaban terhadap tiga pertanyaan eksistensial: “Siapakah aku?”; “Ke manakah aku pergi?” ; dan “Apakah yang harus/dapat aku lakukan (tanggungjawabku) dalam hidup ini?” Ia (mereka) adalah orang-orang yang siap untuk mendemonstrasikan kebenaran sederhanan ini: Satu orang biasa dapat membuat perbedaan besar.

Pemimpin yang besar adalah manusia biasa yang mempersiapkan diri ketika peristiwa luar biasa tiba.” kata Jenderal Norman Schwartzkoft.

Merujuk dari Leadership Principle –nya Ary Ginanjar dalam ESQ, banyak sekali kekeliruan paradigma yang dianut oleh masyarakat kita. Kepemimpinan diartikan sebagai suatu posisi, kedudukan atau jabatan. Sebagai akibatnya banyak orang yang berusaha dengan segala cara untuk mencapai suatu posisi, kedudukan atau jabatan dengan cara membeli dengan uang. Serta tak segan-segan dalam usaha mencapainya menindas dan merugikan orang lain. Sebagai akibatnya banyak sekali melahirkan pemimpin yang tak dicintai, tidak disegani, tidak ditaati bahkan dibenci.

Gaya kepemimpinan seperti ini hanyalah menumbuhsuburkan anarkisme dan keganasan hewaniah. Dan akan berlaku hukum aksi min reaksi (hukum per) semakin besar tekanan yang diberikan maka akan semakin besar pula daya dorong yang dikeluarkan.

Lalu Ary Ginanjar pun memberikan sebuah pengertian bahwa semua orang adalah pemimpin, dan pemimpin merupakan pengaruh yang ditimbulkan. ketika orang lain memberikan sebuah nasihat atau sebuah cerita, kita akan mengingatnya, dan itu adalah sebuah pengaruh.

Proses Kepemimpinan
Untuk mencapai itu semua ada beberapa tangga yang harus dilewati oleh setiap pemimpin agar mencapai kepemimpinan yang revolusioner.

Tangga-tangga tersebut adalah Pemimpin yang Dicintai. Seorang pemimpin harus mampu berhubungan dengan orang lain, dengan cara mencintai mereka, tidak hanya menunjukan melalui prestasi kerjanya saja.

Kedua adalah Pemimpin yang Dipercaya Kerpecayaan muncul karena seseorang yang memiliki integritas. Integritas adalah sebuah kejujuran, kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan.

Ketiga adalah Pembimbing, seorang pemimpin yang berhasil bukanlah karena kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain.

Keempat, Pemimpin yang berkepribadian. Pemimpin tidak akan berhasil memimpin orang lain apabila dia belum berhasil memimpin dirinya sendiri. Pemimpin harus sudah pernah menjelajahi dirinya sendiri dan mengenali secara mendalam siapa dirinya.

Kelima adalah Pemimpin Abadi. Saat ini memang ada pemimpin yang sudah dicintai, dipercaya dan juga pembimbing yang baik, tetapi umumnya pengaruhnya berhenti pada suatu masa saja, apabila terbukti dirasakan tidak sesuai lagi dengan sauara hati nurani manusia. Ketika suara hati merasakan ada hal-hal yang tidak beres dan tidak sesuai, maka manusia yang telah dikaruniai hati sebagai radar oleh Tuhan, akan mampu mendeteksi hal tersebut

Apa yang diungkapkan Ary dalam buku ESQnya merupakan salah satu bagian dari pergeseran paradigma kepemimpinan.

Ciri-ciri Pemimpin
Lalu bagaimana kita bisa melihat ciri-ciri seorang pemimpin dalam lingkungan kita?
Mari kita cermati dan perhatikan beberapa ciri seorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat dibedakan dengan melihat kebiasaan yang dilakukannya.

Menjadi proaktif merupakan ciri pertama, dalam menyikapi sesuatu. Apabila terjadi sebuah peristiwa atau stimulus dari luar lingkungan pemimpin, ada dua sikap yang bisa kita pilih untuk menyikapinya yaitu reaktif atau proaktif.

Reaktif merupakan sebuah proses menerima stimulus atau rangsangan dari berbagai kondisi lingkungan kemudian ditanggapi secara langsung.
Ada tiga teori yang dapat menjelaskan model reaktif ini.

Determinisme genetik, Tabiat anda merupakan tabiat yang diturunkan dari kakek dan nenek Anda. Kakaek nenek anda mudah marah dan itu ada pada DNA Anda, sifat ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

Determinisme psikis, Anda merupakan bentukan dari pengasuhan orang tua Anda. Apa yang Anda lakukan merupakan hasil dari pengalaman masa kecil Anda. Karakter Anda terbentuk berdasarkan apa yang orang tua Anda lakukan terhadapap Anda pada masa lalu.

Determinisme lingkungan, Seseorang atau sesuatu di lingkungan Anda bertanggung jawab atas situasi Anda. Jadi, situasi dan kondisi Anda merupakan hasil dari bentukan lingkungan sekitar Anda. “Masa depan Anda ditentukan oleh orang-orang di sekeliling anda dan dengan siapa Anda banyak menghabiskan waktu”.

Sedangkan Proaktif merupakan hasil dari proses rangsangan yang ditanggapi dengan menggunakan kehendak bebas untuk memilih dan merespon berdasarkan kehendak bebas untuk memilih tersebut.
Proaktivitas berarti kita sebagai manusia bertanggung jawab atas hidup kita sendiri, perilaku kita merupakan fungsi dari keputusan kita bukan kondisi kita. Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunya inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi. Ini bisa kita lihat dari kata responsibility (tanggung jawab) –respon ability- kemampuan untuk memilih respon Anda.

Jadi Pemimpin yang proaktif adalah pemimpin yang mampu menanggapi situasi berdasarkan kesadaran diri, imajinasi, suara hati dan kehendak bebas dalam memilih respon.

Ciri kedua dari seorang pemimpin yaitu melakukan sesuatu dengan selalu merujuk pada tujuan akhir.
Apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin merupakan hasil dari proses penciptaan pertama atau mental dan penciptaan kedua atau fisik. Apa yang dilakukannya merupakan proses menuju tujuan akhir yang diinginkan.

Ketiga adalah dahulukan yang utama. Artinya seorang pemimpin dapat memprioritaskan mana yang penting, lebih penting dan tidak penting.
Jika berbicara penting dan tidak penting berarti kita berbicara cara kita menggunakan waktu. Oleh karena itu mari kita kenali, sebagian besar waktu yang kita gunakan untuk hala-hal yang penting atau tidak penting.
untuk menjawab hal tersebut, kita mengguanakan matrik waktu yaitu :

  1. Kuadran I, Penting dan Genting
Krisis, pikiran kita selalu pada masalah dan dibatasi waktu. Hasilnya adalah stress, keletihan, manajemen krisis.
  1. Kuadran II, Penting dan Tidak Genting
Ini merupakan inti dari manajemen waktu. Aktivitasnya adalah pengembangan hubungan, pengenalan peluang baru, perencanaan, rekreasi. Hasilnya adalah seseorang yang memiliki visi, perspektif, keseimbangan, disiplin, control.
  1. Kuadran III, Tidak Penting dan Genting
Kegiatan-kegiatan yang mendesak, contoh menerima telpon, buang air. Hasilnya adalah fokus jangka pendek, manajemen krisis, menganggap tujuan dan rencana tak berharga, merasa menjadi korban, hubungan dangkal.
  1. Kuadran IV, Tidak Penting dan Tidak Genting
Tidak bertanggung jawab dan bergantung pada orang lain. aktivitas yang dilakukan adalah hal-hal yang sepele, pemborosan waktu dengan ngobrol yang tidak jelas arah dan tujuannya, aktivitas yang menyenangkan.


Ketiga ciri tersebut apabila di aplikasikan oleh seorang pemimpin maka akan menghasilkan kemenangan pribadi.

Ciri selanjutnya adalah Berpikir Menang/Menang. Ini merupakan prinsip kepemimpin antarpribadi.
Menang/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Menang/Menang berarti bahwa kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbale balik. menang/Menang melihat kehidupan sebagai arena yang koperatif, bukan kompetitif. Menang/Menang didasarkan pada paradigma bahwa ada banyak untuk setiap orang, bahwa keberhasilan satu orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain. Menang/Menang adalah kepercayaan akan alternative ketiga, ia adalah jalan yang lebih baik, jalan yang lebih tinggi , bukannya jalan saya atau jalan Anda.
Menang/Menang merupakan keseimbangan antara tenggang rasa dan keberanian.

Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti merupakan ciri berikutnya. Ini adalah prinsip hubungan antarpribadi dan meruipakan kunci komunikasi antar pribadi yang efektif. Banyak dari kita yang bisa mendengar tapi jarang sekali mendengarkan. Mendengarkan merupakan salah satu kunci untuk berkomunikasi efektif. Komunikasi efektif merupakan proses pemahaman apa yang disampaikan dan apa yang didengarkan. Banyak orang yang mendengar tapi jarang mau menyimak dan merenungi apa yang dia dengarkan. Dalam kepemimpinan mendengarkanlah yang diperlukan karena seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memahami situasi orang-orang yang dipimpin dan lingkungan. seorang pemimpin harus mampu mendengarkan –berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti.

Seorang Pemimpin harus dapat wujudkan Sinergi. Karena hal ini merupakan prinsip kerja sama kreatif.

Wujudkan sinergi merupakan prinsip kerjasama kreatif. Sinergi adalah inti sari dari kepemimpinan yang berpusat pada prinsip, intisari dari keorangtuaan yang berpusat pada prinsip. Sinergi berfungsi sebagai katalisator, menyatukan, dan melepaskan kekuatan terbesar dalam diri manusia.
Sinergi berarti keseluruhannya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya.

Ketika anda berkomunikasi secara sinergistik, anda benar-benar membuka pikiran, hati dan ekspresi anda kepada kemungkinan baru, alternatif baru, pilihan baru.
Menghargai perbedaan adalah intisari dari sinergi, dan kunci untuk mengahrgai perbedaan itu adalah dengan menyadari bahwa semua orang melihat dunia, tidak sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana mereka.

Sinergi berarti 1 + 1 sama dengan 8, 16 atau bahkan 1600. Posisi sinergistik dari kepercayaan yang tinggi menghasilkan solusi yang lebih baik dibandingkan dengan diusulkan semula, dan semua pihak mengetahuinya.

Ekologi adalah kata yang pada dasarnya menjabarkan sinergisme dalam alam – segalanya berhubungan dengan segalanya yang lain. Dalam hubungan inilah kekuatan kreatif dimaksimumkan, sama seperti kekuatan nyata pada tujuh kebiasaan ini dalam hubungan mereka satu sama lain, bukan hanya dalam kebiasaan individual itu sendiri.

Pemimpin yang mengaplikasikan kebiasaan berpikir menang/menang, empati, dan bekerja sama yang efektif akan memperoleh apa yang disebuat sebagai kemenangan publik.

Semua hal tersebut harus diseimbangkan dengan prinsip pembaruan diri yang seimbang atau mengasah gergaji.

Ada 4 (empat) dimensi pembaruan yaitu dimensi fisik (olahraga, nutrisi, manajemen stres), dimensi mental (membaca, visualisasi, perencanaan, menulis), dimensi spiritual (penjelasan nilai dan komitmen, studi dan meditasi), dimensi sosial/emosional (pelayanan, empati, sinergi, rasa aman intrinsik).

Nah, itu merupakan ciri-ciri seorang pemimpin yang bisa kita cermati dalam tindakan yang dilakukannya. dengan kita mengetahui kebiasaan yang dilakukan seseorang, kita dapat melihat apakah dia seoprang pemimpin atau bukan.

Pengertian Mendasar
Sebelum kita lebih jauh membahas soal kepemimpinan ini, marilah kita bedakan pengertian mendasar dari kepemimpinan, pimpinan dan pemimpin.

Kepemimpinan berbicara mengenai jiwa, ilmu, cara, strategi dan hasil dari proses memimpin.
Pimpinan merupakan jabatan, posisi seseorang dalam suatu struktural. Pimpinan diangkat oleh legalisasi yang dimandatkan secara tersurat. Biasanya pimpinan berada dalam lingkungan formal dan tidak semua pimpinan adalah pemimpin.
Pemimpin biasanya bisa berada di lingkungan formal ataupun tidak formal, pemimpin dalam lingkungan tidak formal diangkat melalui kepercayaan legalitas yang tersirat dan tidak berada pada posisi suatu struktural.

Dari sedikit penjelasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa tidak semua pemimpin itu menjadi pimpinan, seseorang diangkat menjadi pemimpin bukan karena legalitas tersurat tetapi lebih kepada legalitas tersirat atau kemampuan resposibilitynya. Dan pemimpin menghasilkan kepemimpinan yang berbeda berdasarkan kepemimpinan yang di anutnya.

Konsep-Konsep Kepemimpinan
Sekarang mari kita kenali konsep-konsep kepemimpinan berdasarkan beberapa pendekatan yang sering dilakukan.

Konsep kepemimpinan Trait Approach merupakan konsep kepemimpinan yang tergolong tradisional. Konsep ini berbicara tentang seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai karakteristik individual yang membedakannya dari manusia biasa.
evaluasi dan seleksi bagi seorang pemimpin didasarkan pada karakteristik fisik, mental, dan psikologi.
Ada tiga tipe pemimpin menurut konsep ini yaitu pemimpin yang otoriter, pemimpin yang demokratis, dan pemimpin yang “membiarkan segalanya berjalan seperti adanya” atau menurut Adam Smith disebut sebagai laissez-faire.
Kelemahan dalam konsep ini yaitu tidak ditemukannya karakteristik spesifik yang membedakan antar pemimpin efektif dan pemimpin yang tidak efektif.

Konsep kepemimpinan dengan pendekatan perilaku (behavior Approach) membahas kepemimpinan efektif berdasarkan perilaku pemimpin. Konsep ini lebih berfokus pada fungsi dan tipe kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi adalah untuk mengisis posisi untuk memimpin suatu tim, mempertahankan stabilitas organisasi, mengkoordinasi hubungan internal antarunit dalam organisasi, dan mempertahankan struktur organisasi.
Kelemahan konsep ini adalah sulit untuk menemukan perilaku pemimpin efektif. Secara konsep, efektifitas kepemimpinan dipengaruhi oleh kepribadian pemimpin; pengalaman masa lampau; harapan dan perilaku pemimpin; karakteristik, harapan dan perilaku yang dipimpin, persyaratan tugas; kultur dan kebijaksanaan organisasi; dan harapan dan perilaku rekan kerja.

Konsep kepemimpinan berdasarkan situasi organisasi atau bergantung pada faktor-faktor lain (situational Approach).
Ada dua pendapat tentang konsep ini :
  1. Fiedler mengemukakan bahwa ada tiga tipe pemimpin berdasarkan situasi yang ada yaitu hubungan pemimpin dan anak buah/pengikut (leader –member relation), struktur pekerjaan (task structuture), dan kekuatan posisi pemimpin (leader position power).
  2. Hersey & Blanchard mengemukakan bahwa kepemimpinan situasional didasarkan pada interaksi antara tiga faktor utama yaitu : besarnya tuntunan dan pengarahan yang diberikan pimpinan, besarnya dukungan sosio emosional yang diberikan pimpinan dan tingkat kesiapan seseorang yang dipimpin (pengikut) untuk melaksanakan tugas tertentu. Gaya kepemimpinan yang ditimbulkan konsep ini ada dua kategori umum yaitu : Perilaku tugas dan perilaku hubungan.

Perilaku tugas didefinisikan seberapa jauh seorang pemimpin terlibat dalam menentukan tugas dan tanggung jawab seseorang atau kelompok.
Perilaku hubungan didefinisikan sebagai seberapa jauh pemimpin terlibat dalam komunikasi dua arah atau lebih. Perilaku pemimpin antara lain mendengarkan, memfasilitasi, dan mendukung.

Kesiapan pengikut didefinisikan seberapa jauh seorang pengikut memperlihatkan kemampuan dan keinginannya untuk melaksanakan suatu tugas. Komponen utama kesiapan adalah kemampuan dan keinginan. Kemampuan adalah fungsi dari pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan (kinerja) yang dibawa seorang individu atau kelompok bagi suatu tugas atau kegiatan tertentu.


Quantum Leadership
Dalam Webster’s New Universal Unbridged Dictionary terbitan Barnes and Noble Books (1992) terdapat beberpa definisi quantum.
Quantum dapat berarti jumlah yang sangat besar. Pengertian secara fisika dari quantum adalah jumlah yang sangat kecil dari energi radian. Jadi, quantum disini bisa berarti “jumlah yang kecil namun sangat penting”. Makna quantum dalam konteks kepemimpinan lebih menekankan kepada “sedikit tetapi memberi dampak yang sangat besar”. Artinya, seorang pemimpin akan memberikan dampak dan energi yang sangat besar kepada organisasi dan seluruh anggotanya.

Konsep quantum leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”, “mengubah”, serta “menggerakkan” orang-orang yang dipimpin kearah tujuan yang direncanakan.

Pemimpin harus dapat “melihat” masa depan dan “apa yang harus dicapai di masa depan”. Ia mempunyai imajinasi tentang bagaimana dan kemana organisasinya dan para pengikutnya akan “dibawa” di masa mendatang. Dia harus membuka jendela masa depan dan menuangkannya dalam sebuah visi. Namun, angan-angan saja tidak cukup. Seorang pemimpin harus merealisasikan angan-angan dan mimpi-mimpinya agar menjadi kenyataan di masa depan. Artinya, dia harus “mengubah” dari situasi sekarang menjadi situasi seperti yang diimajinasikan pada masa depan.

Langkah berikutnya adalah menjadi pedagang harapan (merchant of hope) kepada para pengikutnya. Pemimpin akan mengkomunikasikan angfan-angan dan mimpinya, yang dapat membangkitkan harapan, menyulut semangat, dan beranjak dari situasi masa kini.
Ada dua elemen dasar yang harus terkandung dalam sebuah visi yaitu sebuah kerangka kerja konseptual untuk memahami tujuan dan bagaimanan mencapainya, serta sisi emosionalnya untuk memacu motivasi. Visi haruslah realistis, dipercaya, dan mempunyai daya tarik masa depan.

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan sebuah visi yang realistis, kredibel, memacu semangat dan akhirnya menggerakan pengikutnya untuk mencapai tujuan.

Pemimpin “melihat dan bermimpi” apabila ia berada di depan para pengikutnya. Untuk melihat dan bermimpi, dapat dilakukan dengan “pendekatan seorang arsitek”. Pemimpin “mengubah” pada sat ia berada di tengah-tengah para pengikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan “pendekatan Ibu Teresa”. Sedangkan pemimpin “menggerakan” pengikutnya pada saat ia berada di belakang para pengikutnya, memotivasi mereka. Untuk ini dapat dilakukan dengan “pendekatan The Golf Game”

Dalam konsep quantum leadership terdapat lima kekuatan besar yang menjadi pendukung penerapan konsep ini yaitu Visi, Strategi, Komitmen, Aksi dan sensitivitas.
Visi berarti cita-cita ke depan, lamunan masa depan organisasi. Visi ini kemudian diderivasi menjadi misi dan diderivasi lebih lanjut sehingga menjadi strategi. Strategi yang menjadi panduan bagi tiap anggota organisasi dalam melakukan segala kegiatannya.
Komitmen lebih kepada berpegang teguh terhadap apa yang telah ditetapkan bersama. Yaitu visi, misi, tujuan jangka panjang, sampai ke tahapan strategi. Faktor selanjutnya adalah aksi, lebih mengarah kepada taktik dari organisasi yang bersangkutan. Faktor terakhir adalah sensitifitas. Yang dimaksud sensitifitas di sini adalah sensitifitas terhadap perubahan yang terjadi disadari atau tidak. Hasil akhirnya adalah kecepatan organisasi untuk mengerjakan operasionalnya sehingga cita-cita bersama dapat dicapai dengan cepat dan tepat.

Seorang pemimpin diumpamakan sebagai seorang arsitek pembangunan masa depan organisai. Dia diharapkan mampu membuat bangunan imajinernya tentang banguna masa depan organisai, tetapi tetap juga harus berpijak pada realitas, yang dapat disebut dengan pendekatan imajinasi kreatif berdasarkan kenyataan. Seorang pemimpin harus memahami realitas internal dan ekspernal organisasi, menerima keadaan ini dan membuat imajinasi “bangunan masa depan” berdaarkan realitas ini. Jadi imajinasi yang hebat saja tidak memadai, karena tetap harus berpijak ke bumi.

Seorang quantum leader mempunyai peran untuk “mengubah” dengan memegang prinsip untuk “membimbing dengan rasa hormat, cinta dan perhatian”. Artinya, untuk “mengubah” anggota organisasi diperlukan pendekatan personal yang prima dari seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan membimbing pengikutnya sehingga mereka mampu –paling tidak- menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.

Quantum leadership berkaitan dengan “menggerakkan” yaitu menerapkan The Golf Game Concept yang terdiri dari direction (mengarahkan), distance (mengukur jarak), dan precision (ketepatan). Maksudnya untuk menggerakkan pengikut mesti memiliki tata pikir seperti permainan golf.

Aplikasi dari Quantum Leadership
  1. Visionary Supervision, pengawasan terhadap lamunan atau mimpi. Hal ini penting untuk menjaga agar mimpi tersebut tidak melantur dan tidak membumi sehingga sulit diwujudkan.
Terdapat lima komponen peting yang harus diperhatikan yaitu : dream achievement (pencapaian mimpi), strategic comprehension (pengertian yang bersifat strategis), process and result orientation (berorientasi pada proses dan hasil yang akan dicapai), systematic analysis (melakukan analisis yang sistematis), dan constructive anticipation (antisipasi yang konstruktif).
  1. Positive Nurturing adalah membimbing secara positif dengan berlandaskan pada respect – love – care. Dalam prosesnya, anggota atau pengikut dibimbing secara personal atau pribadi dan berorientasi kepada pencapaian kinerja tertentu untuk mencapai sasaran berupa sikap yang professional. Sikap yang professional ini antara lain: motivasi tinggi, berorientasi pada proses dan hasil, mampu memisahkan kehidupan personal dengan kehidupan organisasi, dan menunjukan hasil kerja yang optimal. Untuk mendukung proses ini diperlukan persuasi positif dan emapti sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan.
  2. Inner Driver, menggerakan dorongan dari dalam dengan berlandaskan pada prinsip memotivasi sendiri organisasi (motivation self organization) disukung oleh sikap percaya penuh atau trust (terdiri dari sikap/attitude-kemampuan/ability-penilaian/judgement).

Konsep penting dari quantum leadership ini adalah konsep dua P yaitu: pemimpin dan pengikut –leader and follower. Antara leader dan follower bagaikan dua sisi dari satu mata uang yang tidak dapat terpisahkan.

Kita mesti ingat bahwa “a good leader is also a good follower”. Tanpa ada dukungan dari follower, mustahil leader akan berhasil. Konsep ini juga dikenal sebagai Konsep Quantum Followership. Dengan demikian, antara quantum leadership dan quantum followership adalah satu kesatuan yang utuh.

Inti Konsep quantum followership ada tiga hal yaitu kesatuan gerak, kecepatan tindakan dan keberanian menerima tantangan. Komponen pendukung quantum followership yaitu : strategi, komitmen, sensitifitas, koordinasi dan partisipasi.
Konsep terbaru dari followership ini adalah courageous followership, cirri-cirinya adalah berani menyatakan apa yang benar apa yang salah dan berani berkata pendapat yang lain.
Ada lima bentuk dari courageous followership :

  1. Merasa bertanggung jawab (the courage to assume responsibility)
  2. Keberanian untuk mendukung (the courage to serve)
  3. Keberanian untuk menentang (the courage to challenge)
  4. Keberanian untuk turut serta dalam tranformasi (the courage to participate in transformation)
  5. Keberanian untuk memisahkan diri (the courage to leave)

Perbandingan Konsep
Coba bandingkan dengan konsep Manajemen Taman Siwa yang dibangun oleh Ki Hajar dewantara. Pemimpin yang baik menurut konsep ini adalah pemimpin yang “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani”.
Ing ngarso sung tulodo berarti “di depan memberikan teldan”. Ing madyo mangun karso berarti “di tengah membangun kekuatan untuk terus berkarya”. Sedangkan tut wuri handayani berarti “di belakang memberikan dorongan”.

Dalam artian, posisi pemimpin dalam sebuah organisasi adalah fleksibel. terkadang ia berada di belakang untuk memberikan dorongan dan motivasi, kadang ia berada bersama pengikutnya untuk bersama-sama membangun kekuatan untuk terus berkarya, dan kadang ia berada di depan, memimpin dengan memberikan contoh dan teladan dalam berkarya.

Ternyata terdapat kesamaan konsep antara Quantum Leadership-Quantum Followership dengan konsep Manajemen Taman siswa.



KESIMPULAN

Untuk mencapai apa yang dinamakan kepemimpinan revolusioner, seorang pemimpin harus memahami perbedaan mendasar pengertian kepemimpinan, pimpinan, dan pemimpin. Setelah memahami hal tersebut maka seorang pemimpin dapat merubah paradigma berpikirnya melalui pemahaman bahwa Pemimpin adalah ia (mereka) yang relatif telah menemukan jawaban terhadap tiga pertanyaan eksistensial: “Siapakah aku?”; “Ke manakah aku pergi?” ; dan “Apakah yang harus/dapat aku lakukan (tanggungjawabku) dalam hidup ini?” Ia (mereka) adalah orang-orang yang siap untuk mendemonstrasikan kebenaran sederhanan ini: Satu orang biasa dapat membuat perbedaan besar.

Kemudian memproses diri melalui beberapa tahapan menjadi seorang pemimpin dimulai dari pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya, pembimbing, pemimpin yang berkepribadian dan akhirnya menjadi pemimpin abadi.
Dengan menerapkan kebiasaan proaktif, selalu merujuk pada tujuan akhir, mendahulukan yang utama maka akan memperoleh apa yang disebut sebagai kemengan pribadi. Dan kebiasaan berpikir menang/menang, berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti, serta selalu bersinergi maka seorang pemimpin akan memperoleh kemengan publik. Hal tersebut harus selalu diperbarui dengan kebiasaan “Kaizen”. Sehingga akan menjadi pemimpin yang efektif dan revolusioner. Karena Kepemimpinan revolusioner merupakan perpaduan antara apa yang disebut learning to know (belajar tentang), learning to do (belajar dengan), learning to be (belajar menjadi) dan learning to life together (belajar hidup bersama).
Kesemuanya berpadu menjadi satu formula kepemimpinan revolusioner, sebab apa yang disebut revolusioner adalah pergerakan yang mendasar dan membawa perubahan besar dan signifikan bagi internal (diri dan organisasi) dan eksternal (lingkungan).