Ergonomi
dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan
kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan
kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan
dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada
produktivitas dan kualitas kerja. Artinya, pekerja akan mempunyai
motivasi yang tinggi dalam bekerja (lebih produktif dan berkualitas) ketika
aspek keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan mereka lebih terperhatikan.
Pengalaman
empiris kami menunjukkan bahwa pencapaian kinerja manajemen K3 sangat
tergantung kepada sejauh mana faktor ergonomi telah terperhatikan di
perusahaan tersebut. Kenyataannya, kecelakaan kerja masih terjadi di
berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit
sistem manajemen K3. Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety
management is not enough”. Keluhan yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan kerja (work capability) berupa kelainan pada sistem otot-rangka
(musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah luput dari mekanisme dan
sistem audit K3 yang ada pada umumnya. Padahal data menunjukkan
kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati
rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk
kecelakaan-kecelakaan kerja yang lain.
Adalah
disayangkan bahwa ergonomi sering disalah-artikan dan hanya dikaitkan dengan aspek
kenyamanan (perancangan kursi) atau dimensi fisik tubuh manusia.
Akibatnya, aplikasi ergonomi masih belum dianggap penting, terutama di
perusahaan-perusahaan di Indonesia, sehingga banyak sekali rancangan sistem
kerja yang tidak ergonomik. Hal ini terlihat dari ketidaksesuaian
antara pekerja dengan cara kerja, mesin, atau alat kerja yang dipakai,
lingkungan tempat kerja, atau menyangkut pengaturan beban kerja yang tidak
optimal.
Kondisi
berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak
ergonomik:
Dengan
ergonomi, sistem-sistem kerja dalam semua lini departemen dirancang
sedemikian rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal kemampuan dan
keterbatasan (fisik, psikis, dan sosio-teknis) dengan pendekatan
human-centered design (HCD). Konsep evaluasi dan perancangan ergonomi
adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah dibawah
kemampuan rata-rata pekerja (task demand < work capacity). Dengan
inilah diperoleh rancangan sistem kerja yang produktif, aman, sehat, dan juga
nyaman bagi pekerja. Akhirnya, sistem kerja yang ergonomik inilah yang
akan menjamin keamanan, kesehatan, dan kenyamanan dan akan memberikan
motivasi positif bagi pekerja untuk meningkatkan performansinya.
Dengan
memahami pentingnya aspek ergonomi ini, setiap perusahaan sudah seharusnya
melakukan evaluasi secara integratif untuk menilai sejauh mana kecocokan
rancangan sistem kerja yang ada (termasuk pekerjaan itu sendiri) dengan para
pekerjanya. Unsur-unsur sistem kerja yang dinilai meliputi mesin dan alat,
material, metode kerja, lingkungan fisik (pencahayaan, termal, kebisingan,
dll), tata letak komponen dan ruang kerja (workplace and workspace).
Evaluasi ergonomi ini penting terlepas dari apa pun bentuk perusahaan
tersebut, mulai dari industri manufaktur, industri jasa, ataupun industri
proses.
|
Rabu, 01 Februari 2012
Peningkatan Kinerja K3 dengan Ergonomi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar