Minggu, 20 November 2011

Seksualitas pada remaja

Seksualitas
♦ Seks Pra Nikah
Berdasarkan Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2002-2003) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%, laki-laki 46,5%). Dari penelitian yang dilakukan oleh Wimpie Pangkahila tahun 1996 terhadap 633 pelajar SLTA di Bali, didapatkan bahwa 27% remaja laki-laki dan 18% remaja perempuan mempunyai pengalaman berhubungan seks pra nikah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Situmorang tahun 2001 didapatkan 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks. Hasil penelitian DKT Indonesia 2005, menunjukkan perilaku seksual remaja di 4 kota yaitu Jabotabek, Bandung, Surabaya dan Medan berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah, namun kenyataannya 82% remaja punya teman melakukan seks pra nikah, 66% remaja punya teman hamil sebelum
menikah. Remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%, Surabaya didapatkan bahwa kisaran umur pertama kali melakukan hubungan seks pada umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alokon, 85% dilakukan di rumah sendiri. Menurut survei Komnas Perlindungan Anak di 33 Provinsi Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan 1). 97% remaja SMP
dan SMA pernah menonton film porno, 2). 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral sex (sex melalui mulut), 3) 62,7% remaja SMP tidak perawan, 4) 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.


Faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3 x lebih besar) adalah: 
1). Teman sebaya yaitu mempunyai pacar; 2). Mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seks pra nikah; 3). Mempunyai teman yang mempengaruhi
atau mendorong untuk melakukan seks pranikah (Analisa Lanjut SKRRI, 2003). Perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat seperti diuraikan diatas, sehingga kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada kelompok remaja. Disamping itu jumlah kelompok remaja di Indonesia yang saat ini sudah menginginkan suatu pelayanan KB tersedia bagi kelompok mereka, ternyata datanya sangat mencengangkan. Data SKRRI 2007 menunjukkan 90% remaja perempuan dan 85% remaja laki-laki menginginkan pelayanan KB diberikan kepada mereka. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan hasil SKRRI 2002 yang hanya 52% remaja perempuan dan 41% remaja laki-laki masing-masing meminta untuk dapat diberikan pelayanan kontrasepsi. Jika 90% remaja perempuan dan 85% remaja laki-laki yang saat ini sudah menginginkan pelayanan alat kontrasepsi dikaitkan dengan jumlah remaja umur 15-24 tahun yang jumlahnya sekitar 42 juta jiwa, berarti sekitar 37 juta jiwa remaja yang membutuhkan pelayanan alat kontrasepsi tidak terpenuhi atau unmet need ber KB untuk kelompok remaja. Unmet need ber KB untuk kelompok remaja akan tetap menjadi unmet need, karena definisi Keluarga Berencana menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah untuk “Pasangan Suami Istri sesuai dengan pilihannya”. Dengan demikian pemberian pelayanan kontrasepsi kepada remaja bertentangan dengan Undang-undang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar